Sayangnya, masih banyak juga yang salah kaprah dalam memahaminya. Salah satu kesalahan paling umum adalah menganggap bahwa bermain saham sama dengan berjudi. Pandangan ini muncul karena kurangnya literasi keuangan dan pemahaman mendalam mengenai bagaimana pasar saham sebenarnya bekerja.

Saham adalah instrumen investasi yang berbasis pada kepemilikan terhadap suatu perusahaan. Dengan membeli saham, berarti seseorang turut memiliki sebagian kecil dari perusahaan tersebut dan berhak atas potensi keuntungan seperti dividen atau kenaikan nilai saham. Hal ini sangat berbeda dengan perjudian yang tidak melibatkan kepemilikan atau nilai riil, dan hasilnya murni berdasarkan keberuntungan, bukan analisis atau kinerja suatu entitas.

Anak muda mimpi 44 sering tertarik pada saham karena melihat peluang cuan besar dalam waktu singkat. Mereka terpancing oleh konten media sosial yang menyoroti keuntungan cepat tanpa menjelaskan risiko atau proses analisisnya. Akibatnya, banyak yang terjun ke dunia saham tanpa persiapan matang, hanya ikut-ikutan tren. Ketika rugi, mereka pun kecewa dan menganggap saham tak ubahnya seperti judol. Padahal, masalahnya bukan pada instrumennya, melainkan pada cara mereka memainkannya.

Pendidikan keuangan sejak dini menjadi solusi penting untuk mencegah kesalahpahaman ini. Anak muda perlu diajarkan bahwa investasi, termasuk saham, bukanlah jalan pintas untuk cepat kaya. Butuh strategi, pengetahuan, dan kesabaran. Dengan pemahaman yang benar, mereka bisa menjadikan saham sebagai alat membangun masa depan, bukan alat spekulasi yang merugikan.

Saham dan judol berada di dua dunia yang berbeda. Salah satunya legal, terukur, dan bisa dikendalikan risikonya; satunya lagi ilegal, tidak transparan, dan merusak. Perbedaan ini perlu disosialisasikan secara luas agar generasi muda tidak tersesat dalam persepsi yang keliru. Dengan edukasi yang tepat, saham bisa menjadi alat perubahan ekonomi yang positif, bukan sumber kekecewaan yang dianggap sebagai bentuk perjudian digital.